Resensi Film

Adila Camelia

R1F

201912500685

Judul : Cahaya Cinta Pesantren
Jenis Film : Drama, Religi
Produser : H. Yusuf Mansur
Sutradara : Raymond Handaya
Penulis Naskah : Anggoro Santoro, Ira Madan
Durasi Film : 2 jam, 24 menit
Perusahaan Film : Fullframe Pictures
Diputar : 12 Januari 2017
Pemain : Yuki Kato, Febby Rastanti, Sivia Azizah, Vebby Palwinta, Fachri Muhammad, Rizky Febian, Wirda Mansur

Pendahuluan
“Kalau kita mencintai segala sesuatu karena Allah, maka kita tak akan pernah mengenal yang namanya kecewa ataupun sakit hati”

Kali ini, sutradara muda Raymond Handaya mengangkat sebuah novel karya Ira Madan ke layar lebar. Film yang sangat related ini begitu kental dengan suasana religi yang mendominasi. Dengan latar kota medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, sutradara sukses membuat film ini terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sutradara juga membuat setiap tokoh yang ada di dalam film ini begitu kuat dan berwarna. Selain itu, film ini menceritakan seorang santriwati yang memperjuangkan ‘Cinta dan Cita’ yang ada di hidupnya.

Isi
Marshilla Silalahi (Yuki Kato) seorang gadis yang tidak lolos masuk SMA favorit di Medan, dan tidak mau masuk SMA di kecamatan akhirnya terpaksa masuk pesantren. Shilla yang memang tidak senang saat harus di masukan pesantren, kerap kali melakukan banyak percobaan agar ia bisa kabur dari pesantren. Namun selayaknya takdir yang tetap membawa Shilla kembali ke pesantren Al-Amanah. Ia juga bertemu dengan Manda (Febby Rastanti) gadis yang berasal dari Negeri Jiran Malaysia, Aisyah (Sivia Azizah) gadis Minang yang lucu dan ceplas-ceplos, dan Icut gadis dari Aceh. Selain itu, seperti remaja pada umumnya yang mulai merasakan rasanya jatuh cinta ia terpikat dengan salah satu santri senior bernama Rifky (Fachri Muhammad). Film ini juga mengajak kita untuk ikut mengenal dunia santri serta memahami syariat Islam.

Kelebihan
1. Film ini memiliki daya tarik dari skenario yang fresh dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga film ini terasa ringan dan energik.
2. Ditambah lagi dengan visual dan dialek dari setiap pemain yang pas dan menghibur. 3. Selain itu, dari segi penyampaian film ini sangat mengena dan mengedukasi bagi para penonton.

Kekurangan
1. Terlalu banyak adegan-adegan anti klimaks sehingga penonton merasa seperti menggantung.
2. Kenyataan jika ending film ini berbeda dengan yang ada di novel, tentu saja hal ini membuat perasaan kecewa atau tidak sesuai ekspektasi bagi yang sudah pernah membaca novelnya.

Penutup
Secara keaeluruhan film yang mengangkat ‘Cinta dan Cita’ ini sangat menghibur dan memberi kesan tersendiri bagi penonton. Belum lagi, setiap pemain yang membuat perannya sangat hidup dan energik. Pemilihan kostum dan latar juga pas untuk genre film seperti ini.

Momma

Sorry mom if i’m not good enough. Sorry i can’t be the best. Sorry if i was born to be stupid girl. I always try mabest mom, can we just erase wht hppnd in the past? And start looking to our future? Cause i love u i love u sm. I love u till the end of my shitty life. I love u. Once more i love you.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai